Nama Direksi BUMD Disebut Minta Rp 2,7M Biaya ILOK Seluas 44 Hektar Di Gunung Geulis ?
BOGOR – Dari data berupa kwitansi dan informasi yang ada diketahui nama salah satu direksi BUMD Bakal Tersangkut atas perijinan lokasi salah satu PT dikecamatan Megamendung,bahkan nilai begitu besar Rp.2,7 M.
Dikonfirmasi wartawan dengan surat tertulis tanggal 25 Juli 2013 hingga Kamis (24/8) hingga satu bulan tidak ada jawaban atas upaya memberikan penjelasan dan keterangan dari oknum pejabat tersebut .
Bahkan pihak front office yang menghubungi pihak humas dinyatakan sedang rapat.
Berawal kasus ini menyeruak ketika adanya
Puluhan buyer atau pembeli tanah kavling Kampung Qur’an Mataqu dari berbagai wilayah mendatangi kantor marketing Grup Mataqu Indonesia di Kampung Sirnagalih RT 003 RW 001 Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor, dimulai tahun 2018 beroperasi .
Mereka menuntut uang pembelian tanah kavling di Kampung Qur’an Mataqu dikembalikan karena sampai saat ini tanah yang dijanjikannya tidak pernah ada alias fiktif.
Salah satu buyer asal Perumahan Duta Bintaro cluster Sanur E5 29 Kota Tangerang, Iwan Hermawan mengatakan, tahun 2018 ia bersama istrinya (Indah Wijanarti) membeli lahan kavling seluas 80 meter dengan harga Rp.80 juta dengan pembayaran diangsur selama tiga bulan.
“Awal DP dua juta, dan sampai tiga bulan lunas Rp40 juta,” ujar Iwan .
Setelah pelunasan dengan pembayaran melalui transfer dirinya mendapatkan surat Perjanjian Pengikatan Jaul Beli (PPJB)
“Iyah saat pelunasan saya diberi PPJB dan sesuai perjanjian dua tahun kemudian baru pembeli tanah kavling akan mendapatkan Akta Jual Beli (AJB),” ucapnya.
Namun, setelah memasuki dua tahun, AJB yang dijanjikan belum juga diterimanya. Bahkan, tanah yang dijanjikan pun lokasinya tidak jelas.
“Pernah waktu awal-awal ditunjukin lokasi tanahnya, tapi selang berapa bulan marketing bilang tanah yang lama bermasalah, dan akan dipindahkan ke Cianjur,” terangnya.
Mulai dari situ kecurigan mulai dirasakan, bahkan, marketing Grup Mataqu Indonesia yang dulunya aktif berkomunikasi kini malah sulit dihubungi.
Karena tidak ada kejelasan, maka, para pembeli lahan kavling ini sepakat untuk meminta uang kembali.
Selain itu, korban lainnya bernama Rangga asal Perumahan PWI Desa Cilebut Timur, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor juga menyesalkan pihak Grup Mataqu Indonesia yang tidak memiliki itikad baik.
Rangga yang pada Agustus 2017 membeli lahan kavling seluas 500 meter persegi dengan harga Rp170 juta ini juga terus memperjuangkan agar uangnya bisa kembali.
Tidak hanya itu, Syamsudin warga Serang Banten ini juga terbujuk pemilik lahan kavling yang awalnya dirinya bersama dengan beberapa korban lain membeli tanah kavling dengan iming iming berada dalam lingkungan para Tahfiz Al Qur’an. Ia pun tertarik dan membeli.
“Ada empat kavling. Total 200 juta. Satu kavling Rp50 juta. Namun sampai sekarang tidak ada,” tuturnya.
Ia pun sempat melakukan mediasi pada tahun 2020 lalu, namun hingga saat ini belum ada juga kejelasan. Selain itu, hingga hari ini lahan kavling yang diperjual belikan tidak pernah ada wujudnya.
“Sampai hari ini tidak pernah menemukan kavling tersebut,” bebernya.
Ia juga mengaku penjual lahan bahwa tanah kavling yang mereka beli SHM. Namun kenyataanya tanah tersebut tanah garapan dan bermasalah.
Rupanya dibalik sengkarut atas Komplain para buyer atau pembeli Kavling tersebut terdapat masalah dasar atas perijinan yang belum Rampung yakni ijin lokasi diatas hamparan seluas 44 Hektar .
Dimana diduga yang mengurus dan memberikan janji agar beres ILOK ( ijin lokasi) adalah oknum pejabat salah satu BUMD saat ini karena dekat dengan poros kekuasaan saat itu,benarkah dari kasus ini akan kembali membuat kabupatèn Bogor kembali terguncang pada dugaan konspirasi dan dugaan tindak pidana yang berpotensi merugikan negara karena olah seseorang atau sekelompok orang.
Sehingga Pihak KPK dapat turun kembali kekabupaten Bogor setelah mencokok bupati AY beberapa tahun silam .
.( Red03)