JUSTICIA

Bupati Meranti Terima Uang Rp 26,1 Miliar dari Berbagai Pihak, Diduga dari 3 Kasus Korupsi

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil disebut menerima uang sebesar Rp 26,1 miliar dari berbagai pihak.

Hanya saja, KPK tidak merinci perihal penerimaan uang Rp 26,1 miliar oleh Muhammad Adil tersebut.Menurut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, temuan itu akan didalami lebih lanjut.

“Sebagai bukti awal dugaan korupsi yang dilakukan Muhammad Adil menerima uang sejumlah sekitar Rp 26, 1 miliar dari berbagai pihak dan tentunya hal ini akan ditindaklanjuti dan didalami lebih detail oleh tim penyidik (KPK),” ujar Alex dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (7/4/2023).
Ini
Dari penjelasan KPK, Muhammad Adil setidaknya diduga terlibat dalam tiga kasus korupsi.

Pertama, Adil yang terpilih menjabat Bupati Kepulauan Meranti periode 2021 -2026 dalam memangku jabatannya diduga memerintahkan para Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk melakukan setoran uang.

Sumber setoran berasal dari pemotongan uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GU) masing-masing SKPD.

Uang-uang tersebut kemudian dikondisikan seolah-olah adalah utang pada Adil.

Adapun besaran pemotongan UP dan GU ditentukan Adil dengan kisaran 5-10 persen untuk setiap SKDP.

Selanjutnya, setoran UP dan GU dalam bentuk uang tunai dan di setorkan kepada Fitria Nengsih yang menjabat Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemkab Kepulauan Meranti yang sekaligus adalah orang kepercayaan Adil.

“Setelah terkumpul, uang-uang setoran tersebut kemudian digunakan untuk kepentingan MA diantaranya sebagai dana operasional kegiatan safari politik rencana pencalonan MA untuk maju dalam Pemilihan Gubernur Riau ditahun 2024,” kata Alex.

Kedua, selain menerima suap dan memerintahkan pemotongan anggaran, Adil juga menerima suap lain dari pihak travel umrah.

Alex mengungkapkan, sekitar Desember 2022, Adil menerima uang sejumlah sekitar Rp1,4 Miliar dari PT Tanur Muthmainnah melalui Fitria Nengsih.

Perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa travel perjalanan umrah itu memberi uang kepada Adil karena memenangkan untuk proyek pemberangkatan umrah bagi para Takmir Masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.

Ketiga, Muhammad Adil diduga menyuap auditor pajak agar Pemkab Meranti mendapatkan status WTP.

“Lalu, agar proses pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti pada 2022 mendapatkan predikat baik sehingga nantinya memperoleh wajar tanpa pengecualian (WTP), Adil dan Fitri memberikan uang sejumlah sekitar Rp 1,1 liliar pada M Fahmi Aressa selaku Ketua Tim Pemeriksa BPK Perwakilan Riau,” ujar Alex.

KPK kemudian menetapkan Adil, Fitria dan Fahmi masing-masing sebagai tersangka pemberi dan penerima suap.

Muhammad Adil sebagai penerima suap disangkakan melanggar pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang PemberantasanTindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain itu, ia juga disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Kemudian, Fitria sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Fahmi selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsinya. (AMRI)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *