Praktisi Hukum Didi Sumardi, Pemkot Depok Tidak Layak Mendapat Predikat Opini WTP

DEPOK – Pengacara Senior, Didi Sumardi, menilai Opini “Wajar Tanpa Pengecualian” yang diberikan kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Depok, Jawa Barat oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Perwakilan Jawa Barat atas Laporan Keuangan Tahun Anggaran (TA) 2022, sangat tidak layak.
“Opini “Wajar Tanpa Pengecualian” yang diberikan kepada Pemkot Depok, Jawa Barat oleh BPK, atas Laporan Keuangan Tahun Anggaran (TA) 2022, sangat tidak layak. Sebab, BPK dalam pemeriksaan menemukan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujarnya saat diminta tangggapannya via telepon seluler, Rabu (14/02/24).
Menurut praktisi hukum yang tinggal di Bogor tersebut, ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dapat dilihat pada Laporan Hasil Pemeriksaan BPK yang dituangkan dalam LHP Nomor : 21A/LHP/XVII.BDG/05/2023, tanggal 11 Mei 2023, ditemukan adanya kesalahan penganggaran sebesar Rp17 miliar.
Dijelaskan Didi, Karena ada kesalahan, harusnya tidak bisa diberikan predikat WTP. WTP hanya bisa diberikan apabila sesuai ketentuan dan sesuai Sistem Operasional Prosedur (SOP), clear and clean.
Dalam LHP yang ditanda tangani Ketua Tim Pemeriksa, Paula Henry Simatupang, antara lain disebutkan; dalam sistem pengendalian intern terdapat ketidakpatuhan terhadap peraturan perudang undangan.
Dalam hal Belanja, ditemukan, Kesalahan Penganggaran Belanja Barang dan Jasa sebesar Rp14.319.831.298,00 dan Belanja Modal sebesar Rp3.298.755.904,00.
Kemudian disebutkan juga, Realisasi Belanja Modal Jalan Irigasi dan Jaringan (JIJ) untuk melaksanakan 13 Paket Pekerjaan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Tidak Sesuai Kontrak sebesar Rp2.370.608.878,25 dan Denda Keterlambatan belum disetor sebesar Rp157.308.832,59.
Menurut LHP BPK, hal itu bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku : 1. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 133 ayat (1),
- Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 sebagimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Pasal 11 ayat (1), Pasal 17 ayat (2), Pasal27 ayat (6), Pasal 78 ayat (3) huruf d, huruf f, ayat (5) huruf e, huruf f.
Tak hanya itu, katanya, hal tersebut juga bertentangan dengan Buletin SAP Nomor 4 tentang Penyajian dan Pengungkapan Belanja Pemerintah Bab V yang menyatakan :
- Belanja Barang adalah pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk produksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun tidak dipasarkan dan pengadaan barang yang dimaksudkan untuk derahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan.
- Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akutansi.
Menurut Didi, berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 terdapat 4 (empat) jenis Opini yang diberikan oleh BPK RI atas Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah, yakni :
·Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atau unqualified opinion: Menyatakan bahwa laporan keuangan entitas yang diperiksa, menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
·Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atau qualified opinion: Menyatakan bahwa laporan keuangan entitas yang diperiksa menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas entitas tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan.
·Opini Tidak Wajar atau adversed opinion: Menyatakan bahwa laporan keuangan entitas yang diperiksa tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Keempat jenis opini yang dapat diberikan oleh BPK tersebut dasar utamanya adalah kewajaran penyajian pos pos Laporan Keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Opini WTP merupakan impian seluruh institusi baik pusat dan daerah, sebab dengan opini WTP Institusi yang bersangkutan dapat mengekspresikan akuntabilitasnya sebagai entitas kepada para stakeholdernya (publik/masyarakat).
Penyusunan dan penyajian laporan keuangan sebagai wujud pertanggungjawaban APBN/APBD dalam rangka akuntabilitas dan keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara menjadi tanggung jawab masing-masing entitas pelaporan.
Sementara BPK bertanggungjawab dalam melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara serta memberikan pendapat berupa opini atas Laporan Keuangan entitas yang telah diperiksa berdasarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN).
“Dalam melaksanakan tugasnya, BPK melakukan tiga jenis pemeriksaan yaitu pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu,” tandasnya.
“Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK disusun dan disajikan dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) segera setelah kegiatan pemeriksaan selesai. Pemeriksaan keuangan akan menghasilkan opini,” sambung Didi.
Diterangkannya, pemeriksaan kinerja akan menghasilkan temuan, kesimpulan, dan rekomendasi, sedangkan pemeriksaan dengan tujuan tertentu akan menghasilkan kesimpulan.
Setiap laporan hasil pemeriksaan BPK disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan kewenangannya ditindaklanjuti, antara lain dengan membahasnya bersama pihak terkait.
“Jika melihat dari LHP BKP Nomor 21A/LHP/XVII.BDG/05/2023, tanggal 11 Mei 2023, tersebut ditemukan adanya kesalahan penganggaran sebesar Rp17 miliar. Lalu ada keimpulan dan rekomendasi, maka pemeriksaan atas laporan keuangan Pemkot Depok tersebut masuk kategori pemeriksaan kinerja,” pungkasnya.(ahp)