Cerita Warga Jatimulyo Ditarik Jutaan Rupiah Saat Urus Sertifikat Tanah Lewat Program PTSL
OKUT-Program Presiden Joko Widodo soal sertifikasi tanah di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), diwarnai praktik pungutan liar hingga jutaan rupiah.
Salah seorang warga Desa Jatimulyo, Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (OKUT), Sumatera Selatan (Sumsel) yang enggan disebut identitasnya mengungkapkan praktik pungutan liar tersebut kepada media ini, Senin (23/5/2022).
“Tidak merata jumlah (pungli) nya. Saya satu keluarga kena masing-masing Rp 900 ribu dan Rp 1,2 juta. Ada yang ditarik Rp 900 ribu dan ada yang dimintai Rp 1,2 juta,” ujar warga itu.
Ia menjelaskan, program sertifikasi tanah atau yang biasa disebut Program Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap atau PTSL awalnya dia mulai diberi tahu pada 2019.
Sosialisasi dilakukan oleh pemerintah desa setempat. Mereka menyebut, desa Jatimulyo mendapat program itu. Warga diberi tahu bahwa ada biaya sebesar Rp 900 ribu hingga Rp 1,2 juta agar proses sertifikasi berjalan lancar.
“Banyak yang ikut dan pungutan uang kepada masyarakat berjalan dengan lancar,” ujar warga tersebut.
Tidak hanya itu, besaran pungutan bertambah apabila status lahan yang hendak mengikuti program PTSL hanya berupa girik.
“Ada yang dipungut biaya per meter persegi bagi pemilik lahan yang masih girik. Kalau yang ada SPH, itu dipungut biaya Rp 900 ribu. Dan yang tidak mempunyai SPH dimintai minimal Rp 1,2 juta,” kata dia.
Dia dan saudarinya mengaku, telah menyetorkan uang ke pemerintah desa setempat Rp 900 ribu dan Rp 1,2 juta. Uang itu disebut akan diteruskan ke petugas dan salah satu oknum ASN di kantor BPN Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (OKUT).
Petugas pengukuran tanah dari BPN pada 2019 juga telah datang ke desa Jatimulyo untuk melakukan pengukuran.
Ia dan warga setempat lainnya sebenarnya keberatan dengan pungutan itu. Tetapi, ia sendiri dan kebanyakan orang di desa itu tak mengetahui bahwa program itu semestinya gratis.
Ia dan warga setempat beranggapan bahwa program itu adalah peluang baik untuk mengurus sertifikat tanah. Sebab, apabila mengurus dalam kondisi biasa, bisa memakan banyak biaya. Oleh karena itu, program tersebut tak boleh disia-siakan.
“Mumpung bayar cuma sebegitu? Mau tidak mau pinjam sana-sini dulu lah biar punya sertifikat,” ujarnya.
“Kalau orang yang punya duit, pasti mudah saja bayar. Tapi, buat yang tidak punya duit? Terpaksa pinjam sana-sini, atau tidak ikutan,” lanjutnya.
Hingga laporan ini selesai ditulis Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (OKUT), Zamili, SH MH, belum berhasil dikonfirmasi oleh wartawan.
ADENI ANDRIADI