RAGAM

Petani Kabupaten Banyuasin Keluhkan Anjloknya Harga Karet Selama Satu Bulan Ini

BANYUASIN – Ribuan petani Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan mengeluhkan anjloknya harga karet dari Rp 10.000 menjadi Rp 7000 per kilogram sejak satu bulan terakhir.

“Semua pohon karet seluas satu hektare itu ditebang untuk dijadikan bahan bakar pembuatan batu bata merah, karena produksi perkebunan karet tidak menjanjikan kesejahteraan bagi saya dan keluarga, ” kata petani karet warga Kecamatan Rambutan Kabupaten Banyuasin, Yanto, 57 tahun, Sabtu, 27 Agustus 2022.

Para petani karet di wilayahnya kini banyak yang sudah melakukan penebangan pohon karet. Perkebunan karet dulunya mampu mensejahterakan kehidupan petani, namun sekarang sudah tidak bisa diandalkan karena harga karet sudah tidak sebanding dengan harga kebutuhan pokok sehari-hari.

Biasanya, dia bisa mendapatkan Rp 10 juta per bulan dengan harga getah karet Rp 25 ribu per kilogram. “Kini habis untuk biaya pupuk dan perawatan serta tenaga kerja. “

Begitu juga Andi, 43 tahun, peran karet warga setempat lainnya yang nekad beraliansi profesi menjaga buru harian lepas karena harga karet Rp 7000 sudah tidak bisa mencukupi kebutuhan pokok sehari-hari ia dan keluarga.

Kebun karet miliknya seluas satu hektare itu tidak terawat. Usia pohonnya sudah tua dan produksi karetnya berkurang. “Saya sekarang menjadi buruh harian lepas setelah harga karet anjlok. “

Pantauan media ini dilapangan mengungkap jumlah perkebunan karet milik masyarakat di wilayah kecamatan rambutan terus mengalami penyusutan. Sebagai besar pohon karet milik masyarakat setempat sudah dalam kondisi tua alias sudah tidak produktif. Anjloknya harga karet milik masyarakat setempat di pasaran membuat banyak petani karet di kecamatan rambutan melakukan penerbangan pohon karet dan menjual tanah diatas lahan pertanian milik mereka kepada para penambangan liar per kubik. “Kepada siapa lagu kami harus berharap, sudah delapan tahun terakhir ini harga karet tidak kunjung membaik.

Sepertinya negara sudah tidak memperhatikan nasib kami sebagai petani. Di Indonesia, sekarang semua sudah serba di monopoli. Yang untung eksportir, yang miskin petani, ” ujarnya. (ADENI)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *