Dusun Marbu ll Rusak Akibat Tambang

BANYUASIN-DUSUN Marbu II merupakan salah satu Dusun di Desa Marbau Kecamatan Rambutan Kabupaten Banyuasin yang memiliki 700 jiwa penduduk. Kelestarian Dusun Marbau ll terganggu karena maraknya aktivitas tambang ilegal.
Aktivitas tersebut menyebabkan rusaknya lingkungan. Hasil investigasi media ini dilapangan pada Rabu 1 Juni 2022, menemukan tiga unit ekskavator, 30an mobil truk beroperasi di Dusun Marbu II, wilayah Desa Marbu.
Kegiatan penambangan tanah merah timbunan ilegal ini telah berlangsung sejak 2008 dan terus meningkat sampai hari ini.
Data Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gebrakk Sriwijaya menunjukkan, terjadi pengerusakan lingkungan di Desa Marbu hingga ratusan hektare hari ini.

Desa Marbu merupakan desa ke enam setelah desa sako. Jaraknya sekitar 15 kilometer dari Kota Palembang melewati desa kedukan, sungai pinang, sungai dua, pangkalan gelebek, dan sako. Desa ini menjadi salah satu tempat lokasi penghasil cuan terbesar disektor perkebunan kelapa sawit bagi perusahaan PT Alam Subur.
Penting bagi kehidupan masyarakat, kelestarian lingkungan terganggu dengan adanya penambangan tanah merah timbunan ilegal di wilayah desa itu.
Koordinator Lembaga Swadaya Masyarakat Gebrakk Sriwijaya Sumatera Selatan, Nababan, mengatakan aktivitas tersebut menyebabkan rusaknya lingkungan. Tim investigasi media ini dilapangan mengungkap adanya bekas lubang tambang dengan kedalaman 5-50 meter.
“Lubang-lubang itu dibiarkan begitu saja oleh para pelaku tanpa dilakukan reklamasi. Jika tidak segera ditangani, bukan tidak mungkin akan mengancam keselamatan bagi warga setempat,” terangnya, Selasa 7 Juni 2022.
Menurut warga sangat, ada sekitar 30an truk beroperasi setiap hari. Setiap truk mengangkut sekitar 10-15 kali muatan tanah merah timbunan ilegal.
“Diperkirakan, perputaran cuan dari hasil penambangan tanah merah timbunan ilegal itu mencapai Rp 500-550 juta lebih setiap harinya”.
“Tindakan tegas dan terukur penting untuk dilakukan aparat kepada para pelaku demi mengurangi jumlah kerusakan lingkungan yang merugikan masyarakat”.
ADENI ANDRIADI