JUSTICIA

Dirop & Komersial PT Jaswita Dikonfirmasi Bungkam, Aktifis Puncak Muchsin Minta Auditor BPKP & OMBUDSMAN RI Panggil Direksi

BOGOR – Kawasan puncak menarik dari semua aspek baik ekonomi,sosial dan keindahan alam serta udaranya yang bersih hingga digandrungi para pengusaha.

Benarkah masih adanya penetapan wilayah Bopuncur bagi Puncak menjadikan daerah ini tetap merupakan daerah resapan dan konservasi atau serta belum adanya perubahan tata ruang dan wilayah ( RTRW) yang memperbolehkan areal dan lahan gunung mas untuk dibangun gedung beton menjadi pertanyaan publik.

Saat dikonfirmasi wartawan ,pada 4 Oktober 2023 hingga kini PT.Jaswita BUMD milik Propinsi Jabar melalui Direktur Operasional dan komersial tidak menjawab konfirmasi tertulis via Whatapps.

Sementara itu fakta adanya aktifitas pembabatan perkebunan teh untuk kepentingan pengusaha tanpa kajian atas dampak pada lingkungan dan masyarakat seakan mengangkangi UU Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan hidup ( UUPPLH) No.32 tahun 2009 dan UU
Perkebunan No.18 tahun 2004 tentang aturan fungsi HGU perkebunan .

Adanya aturan dan ketentuan pada
pasal 111,pada UUPPLH ( Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup) No.32 tahun 2009
Secara tegas dan nyata menyatakan pada ayat

(1) Pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah dan Ancaman dipidana selama 3 tahun penjara.

Pasalnya, pembangunan yang diduga pada lahan eks PTPN Gunung Mas tanpa AMDAL dan aspek persyaratan kajian adanya aturan dan ketentuan pada
pasal 111,pada UUPPLH ( Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup) No.32 tahun 2009
Secara tegas dan nyata menyatakan pada ayat

(1) Pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah dan Ancaman dipidana selama 3 tahun penjara.

Pasalnya, pembangunan yang diduga pada lahan eks PTPN Gunung Mas tanpa AMDAL dan aspek persyaratan kajian dan analisis lingkungan tentu dapat melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. analisis lingkungan tentu dapat melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Lebih mengherankan lagi saat diketahui pembangunan proyek dikabarkan sudah ada IMB padahal tentu ada aturan dan persyaratan bahwa bangunan gedung atau konstruksi harus merujuk pada aturan hukum dan aturan diatasnya.

“Perkebunan gunung mas itu jelas bagian Dari PTPN VIII yang tentu merupakan perusahan negara atau BUMN .

Selaku BUMN yang bergerak di bidang perkebunan PTPN khusus gunung mas pada prodak perkebunan teh itu fungsi awalnya.

Jika ada Alih fungsi usaha atau bisnis pada sewa menyewa lahan kepada pihak swasta lain dengan sistem KSO ( Kerjasama sistem Operasional ) apakah boleh juga merubah Alih fungsi awalnya selaku perkebunan teh dengan membabat area tanaman dan mengantungi dengan lahan beton,ini menjadi dasar masalahnya .

Ada dasar bahwa BPN memberikan prodak hukum atas penguasaan lahan perkebunan gunung mas dengan luasanya yang terukur dan tentu pihak kementerian terkait pula memberikan ijin usaha awalnya dalam perkebunan teh.

Nah adanya
HPL Bukan Merupakan Hak atas Tanah sebagaimana HM, HGU, HGB, dan HP.

HPL Bukan Merupakan Hak atas Tanah ini harus dicatat .Maka Hak Pengelolaan Lahan (HPL) bukan merupakan hak atas tanah sebagaimana Hak Milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai (HP) yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UU PA).

HPL adalah sebagian dari tanah negara yang kewenangan pelaksanaan Hak Menguasai Negara (HMN) yang dilimpahkan kepada pemegang HPL” ujar aktifis puncak ,M.Muhsin ,Selasa (10/10).

Dijelaskan dia, tentang Kedudukan HPL dalam Sistem Hukum Tanah Nasional ,dimana

UU PA (Pokok Agraria) tidak secara eksplisit mengatur tentang HPL. HPL ini tersirat dalam Pasal 2 ayat (4) UU PA yang berbunyi “HMN tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional menurut peraturan pemerintah”. Hal ini berimplikasi bahwa HPL hakikatnya bukan hak atas tanah gempilan dari HMN.

Lebih lanjut Muhsin yang juga mencalonkan diri menjadi wakil rakyat dari partai Nasdem ini mengatakan bahwa HPL tidak dapat dialihkan dan tidak dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan (HT).

“Namun, di atas HPL ini dapat diberikan hak atas tanah HGB/HP dengan SPPT (Surat Perjanjian Penggunaan Tanah-red),” ujar Muhsin.

Lainnya menurut dia HGB/HP di atas HPL ini, lanjutnya, dapat dialihkan kepemilikannya dan dibebani dengan HT atas persetujuan pemegang HPL.
Artinya kami meminta agar PT Jaswita memberikan informasi publik apakah benar setelah habis HGU PTPN Gunung Mas maka lahan tersebut beralih langsung merupakan lahan HPL yang dikelola kembali oleh Propinsi Jawabarat atau memang telah ada berita acara atau lembaran negara atas peralihan pengelolan dari BUMN kepada BUMD Jawa Barat dalam hal ini PT Jaswita dan ini tentunya dapat dijelaskan pihak Direktur Operasional dan Komersial melalui pihak media yang menjalankan tugas dan fungsinya”tegas dia.

Selain itu dia meminta BPKP Dan Ombudsman untuk memanggil dan memeriksa direksi PT Jaswita atas dugaan perencanaan dan penganggaran pembangunan yang tidak matang diareal lahan PTPN Gunung Mas juga dampak yang ada dan terjadi dilokasi lahan PTPN Gunung mas tersebut juga melakukan audit atas pengunaan alokasi dan anggaran perusahaan yang juga merupakan BUMD milik Jawa Barat tersebut yang tentunya merupakan Keuangan perusahaan daerah.

(red03)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *