JEMBATAN GANTUNG TUA MUARA TERANCAM PUTUS, AKSES UTAMA AKTIVITAS ANAK SEKOLAH DAN WARGA
Kondisi Jembatan gantung tua Muara, penghubung Kampung Gunungbatu, Desa Bojongjengkol, Kecamatan Jampangtengah, dan Kampung Sawahbera, Desa Sukamaju, Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi, terlihat miring dan keropos. (Sabtu/16/7/2022). Sumber foto: Iqbal. S. Achmad.
SUKABUMI – Terancamnya putus Jembatan tua Muara, penghubung Kampung Gunungbatu, Desa Bojongjengkol, Kecamatan Jampangtengah, dan Kampung Sawahbera, Desa Sukamaju, Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi, Jawa barat, disebabkan kondisi fisik rangka mengalami keropos disebabkan termakan usia sejak dibangun secara swadaya pada tahun 2007, membuat pemerintah Desa Sukamaju, Kecamatan Cikembar, khawatir keselamatan para pelajar Sekolah yang menimbah ilmu di Desa Sukamaju serta warga yang beraktivitas melintasi Jembatan gantung tua.
Sekretaris Desa Sukamaju, Nata Prawira mengatakan, Kondisi fisik rangka Jembatan gantung tua Muara, yang panjang awanya yaitul 80 meter, saat ini menjadi 90 meter melintang diatas Sungai Cimandiri mengalami keropos,
“Memenag betul untuk kondisi sekarang jembatan yang menghubungkan dua Desa, antara Desa Bojongjengkol, Kecamatan Jampangtengah, dan Desa Sukamaju, Kecamatan Cikembar, memang sangat memprihatinkan, dilihat kondisi jembatannya dan kekuatan dari kondisi besi-besinya sudah mengkhawatirkan, “Kata Nata kepada media.
Nata menjelaskan, Jembatan gantung tersebut merupakan akses satu-satunya rutinitas masyarakat, terutama anak sekolah yang hendak menimba ilmu, lantaran fasilitas pendidikan berada di Desa Sukamaju.
“Sementara untuk menggunakannya itu (Jembatan gantung), baik dari kita di Desa Sukamaju, maupun Desa Bojongjengkol sama-sama saling membutuhkan hilir mudik masyarakat dua desa ini sangat padat. Perlu saya jelaskan, untuk hubungan dalam bidang pendidikan antara Desa Bojongjengkol, dan Desa Sukamaju, sarana pendidikan yang ada seperti SMP, SD, ada di Desa Sukamaju. Jadi warga masyarakat Desa Bojongjengkol, sebagian datang ke wilayah kami untuk belajar di Sekolah yang ada di Desa Sukamaju, “Jelas Nata.
“Sementara untuk bidang perekonomian itukan kebanyakan petani. Petani baik dari sana (Desa Bojongjengkol), menjual barang hasil taninya tetap lewat Desa Sukamaju. Kemudian untuk petani dari masyarakat kami Desa Sukamaju sama, karean mereka juga menggarap tanah disebelah sana (Desa Bojongjengkol), jadi kalau hubungan perekonomian saling membutuhkan dalam artian hilir mudiknya seimbang dalam bidang perekonomian dan pertanian, “Sambungnya.
Nata memaparkan, sejak terjadi banjir dan longsor beberap waktu lalu, mengakibatkan air sungai Camandiri meluap, kondisi medan jalan menuju jembatan gantung, kondisinya semakin mengkhawatirkan.
“Karen kondisi jembatan seperti itu, kita juga khawatir dengan medannya juga diperjalanan takut ada banjir, itu sangat mengkhawatirkan dan kita juga cari aman jangan menunggu ada korban. Makanya kita ambil langkah dari pihak sana ataupun sini (Bojongjengkol dan Sukamaju). Jadi untuk bulan rawan bencana kita ungsikan sebelah sini (Sukamaju), “Paparnya.
Adapun kondisi posisi Desa Sukamaju, masih kata Nata, diapit dua sungai besar, sehingga terdapat sejumlah jembatan gantung yang menghubungi antara dua desa dan kecamatan,
“Kebetulan wilayah Desa Sukamaju diapit dua sungai, sungai Cicatih dan Sungai Cimandiri. Sebetulnya masih banyak yang lainnya juga, makanya saya berharap kepada pemerintah, baik pemerintah daerah ataupun pemerintah pusat, minta dibangun jembatan itu untuk pertama meningkatkan perekonomian, kedua juga pendidikan anak-anak kita yang harus kita perhatikan karena merekalah (para pelajar) generasi penerus kita, kalau misalkan belajar sekolahnya terlantar, itukan setidaknya masa depan mereka itu terhambat juga, akhirnya kita sebagai pemerintah salah kalau kita membiarkan anak-anak kita terlantar SDMnya sebagai dasar negera, “Pungkasnya.
Sementara itu, Hamim, warga asal Desa Sukamaju, hendak menyebrangi Jembatan gantung untuk keperluan keluarga, harus meninggalkan sepeda motornya, lantaran khawatir kondisi jembatan sangat rapuh. Iya memaksakan diri melanjutkan perjalan dengan berjalan kaki.
“Saya mau nyeberang kali, mau ketempat saudara dari Sukamaju, saya sebagai orang pribumi memang ngeri juga, saya sendiri ngga berani bawa motor, kalau mau nyeberang, motornya ditaruh disini (ujung jembatan), baru kita jalan. Kalau dulu masih sempat lewat motor sebelum musim hujan, kalau sekarang tidak engga berani, “Ucapnya. (Iqbal. S, Achmad).