Benarkah Pendidikan Berkarakter Dapat Meningkatkan Kualitas Pendidikan ?
Oleh: Hj. Syahria Fardinelly S.Pd
Pertanyaaan itu muncul, saat pendidikan karakter telah menjadi polemik di berbagai negara, khususnya Indonesia. Jika kita mempelajari perbandingan pendidikan di beberapa negara, pendidikan karakter menjadi salah satu point penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Bahkan di beberapa negara maju, hal yang paling krusial dalam kualitas pendidikan sebuah negara, adalah penerapan pendidikan berkarakter. Walaupun pandangan pro dan kontra mewarnai diskursus pendidikan karakter. Namun pendidikan karakter menjadi bagian dari essensial tugas sekolah, yang selama ini kurang mendapat perhatian yang maksimal di Indonesia dalam penerapannya.
Pendidikan karakter adalah suatu usaha manusia secara sadar dan terencana untuk mendidik dan memberdayakan potensi peserta didik guna membangun karakter pribadinya sehingga dapat menjadi individu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungannya.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem pendidikan yang bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai karakter tertentu kepada peserta didik yang di dalamnya terdapat komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, serta tindakan untuk melakukan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter (character education) sangat erat hubungannya dengan pendidikan moral dimana tujuannya adalah untuk membentuk dan melatih kemampuan individu secara terus-menerus guna penyempurnaan diri kearah hidup yang lebih baik.
Secara umum fungsi pendidikan ini adalah untuk membentuk karakter seorang peserta didik sehingga menjadi pribadi yang bermoral, berakhlak mulia, bertoleran, tangguh, dan berperilaku baik.
Pada dasarnya tujuan utama pendidikan karakter adalah untuk membangun bangsa yang tangguh, dimana masyarakatnya berakhlak mulia, bermoral, bertoleransi, dan bergotong-royong.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka di dalam diri peserta didik harus ditanamkan nilai-nilai pembentuk karakter yang bersumber dari Agama, Pancasila, dan Budaya. Berikut adalah nilai-nilai pembentuk karakter tersebut: Kejujuran, Sikap toleransi, Disiplin, Kerja keras, Kreatif, Kemandirian, Sikap demokratis, Rasa ingin tahu, Semangat kebangsaan, Cinta tanah air, Menghargai prestasi, Sikap bersahabat, Cinta damai, Gemar membaca, Peduli terhadap lingkungan, Perduli sosial, Rasa tanggung jawab, Religius
Dalam tataran teori, pendidikan karakter sangat menjanjikan bagi menjawab pendidikan di Indonesia. Namun dalam tataran praktik, seringkali terjadi bias dalam penerapannya. Tetapi sebagai sebuah upaya, pendidikan karakter haruslah sebuah program yang terukur pencapaiannya. Bicara mengenai pengukuran artinya harus ada alat ukurnya, Lalu apa alat ukur pendidikan karakter? Observasi atau pengamatan yang disertai dengan indikator perilaku yang dikehendaki atau hal lainnya.
Misalnya, saat kita mengamati beberapa siswa di kelas selama pelajaran tertentu, tentunya siswa tersebut tidak tahu saat dia sedang di observasi. Nah, kita dapat menentukan indikator jika dia memiliki perilaku yang baik saat guru menjelaskan, anggaplah mendengarkan dengan seksama, tidak ribut, tidak keluar masuk kelas saat pembelajaran, aktif bertanya dan memberikan respon serta adanya catatan yang lengkap.
Dan ini harus dibandingkan dengan beberapa situasi, bukan hanya didalam kelas saja, namun bisa diluar kelas. Menentukan indikator pendidikan karakter pada siswa, dapat dengan mengamati perilakunya, tidak berkata kotor, sopan dan hormat pada guru, berteman baik, dan masuk kelas tepat waktu setelah jam istirahat. Ada banyak cara untuk mengukur hal ini, kita menggunakan berbagai kreativitas agar pengukuran ini lebih sempurna.
Membentuk siswa yang berkarakter bukan suatu upaya mudah dan cepat. Hal tersebut memerlukan upaya terus menerus dan refleksi mendalam untuk membuat rentetan Moral Choice (keputusan moral) yang harus ditindaklanjuti dengan aksi nyata, sehingga menjadi hal yang praktis dan reflektif. Diperlukan sejumlah waktu untuk membuat semua itu menjadi custom (kebiasaan) dan membentuk watak atau tabiat seseorang.
Menurut Helen Keller (manusia buta-tuli pertama yang lulus cum laude dari Radcliffe College di tahun 1904) “Character cannot be develop in ease and quite. Only through experience of trial and suffering can the soul be strengthened, vision cleared, ambition inspired, and success achieved.”
Selain itu penerapan pendidikan karakter disekolah tentunya dimaksudkan untuk menjadi salah satu jawaban terhadap beragam persoalan bangsa yang saat ini banyak dilihat, didengar dan dirasakan. Yang mana banyak persoalan muncul yang diindentifikasi bersumber dari gagalnya pendidikan dalam menyuntikkan nilai-nilai moral terhadap peserta didiknya. Hal ini tentunya sangat tepat, karena tujuan pendidikan bukan hanya melahirkan insan yang cerdas, namun juga menciptakan insan yang berkarakter kuat serta berprilaku baik.
Jadi sudah terjawab bahwa pendidikan karakter merupakan salah satu upaya meningkatkan pendidikan berkualitas? Maka kuncinya sudah dipaparkan diatas, ada alat ukur yang benar sehingga ada evaluasi dan tahu apa yang harus diperbaiki, adanya tiga komponen penting (guru, keluarga dan masyarakat) dalam upaya merelaisasikan pendidikan karakter berlangsung secara nyata bukan hanya wacana saja tanpa aksi.
Pendidikan karakter itu mencakup ranah pengetahuan (cognitive), perasaan (affective), sikap (attitude), dan tindakan (action). Harus mampu memberikan ’asupan’ bukan hanya bagi raga, tetapi sekaligus juga bagi jiwa berupa moralitas untuk menentukan sikap baik-buruk atau benar-salah. Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter harus dilakukan dengan mengacu kepada grand design tersebut.
Pendidikan karakter merupakan kunci membangun peradaban bangsa dan mewujudkan pendidikan yang berkualitas.
Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Universitas Sriwijaya
( Teknologi Pendidikan TP 2022 )
Sekarang mengajar di SMPIT Bina Ilmi Lemabang