PT. BSS Diduga Rayu Para Kades Kecamatan Cijeruk dan Cigombong Kabupaten Bogor

BOGOR – PT Bahana Sukma Sejahtera (BSS) diam-diam melakukan pertemuan dengan sejumlah kepala desa dari di Cigombong dan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, di Hotel Aston BNR, Kota Bogor, Jawa Barat. Selasa (07/10/2025).
Diduga pertemuan dilakukan PT BSS “merayu”para kades menghindari Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertipan Kawasan Tanah Terlantar. Apabila tanah SHGB terlantar dan tidak bayar pajaknya akan diambil alih negara. Hal itu mengingat masa berlakunya telah berakhir.
Terkait hal itu, Ketua Himpunan Petani Peternak Milenial Indonesia (HPPMI) Kabupaten Bogor, Yusuf Bachtiar mengatakan, betul telah terjadi pertemuan antara PT BSS dengan 6 Kepala Desa dari Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, tapi tanpa ada solusi.

Ia menjelaskan, Dari pihak PT BSS infonya untuk mengajak menandatangani persyaratan administrasi yang akan dilakukan oleh PT BSS. Akan tetapi untuk win-win solusi bagi para petani penggarap itu tidak ada tidak ada kesepakatan, bisa dikatakan deadlock.
“Ada beberapa kepala desa yang tadi ikut, saya juga bagian dari masyarakat petani penggarap pada tanah tersebut. Hasil pertemuan tadi itu tidak ada keputusan sama sekali, bahkan tidak ada mengarah pada win-win solusi,” ujarnya saat di konfirmasi usai pertemuan di Bogor tersebut.

“Turut hadir dalam pertemuan tersebut, Kecamatan Cijeruk diwakili Kepala Desa Tajur Halang, Kepala Desa Tanjung Sari, Kepala Desa Cipelang dan Kepala Desa Cijeruk. Sedang Kecamatan Cigombong diwakili Kepala Desa Pasir Jaya dan Kepala Desa Tugu Jaya,” tambahn Yusuf.
Pihak PT BSS minta dibantu untuk permohonan-permohonan administrasi ke BPN, dibantu terkait penandatanganan. Padahal, sebagian tanah garap tersebut sudah jadi pemukiman warga di Desa Tugu Jaya sejumlah 135 KK, ada sekolahan, ada PAUD, bahkan ada musala di situ.
“Menolak sih tidak ada karena, dari dua kecamatan yang pasti tidak anti dan bukan berati tidak peka dengan adanya investasi-investasi atau sebangsanya. Cuman harapan masyarakat, harapan kepala desa, dan lainya, pemerintah itu berdiri di semua kepentinga semua elemen,” tandas Yusuf.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, pemerintah jangan hanya berpihak dan berdiri di kepentingan investasi saja dari pihak-pihak perusahaan atau pemodal, tetapi harus memikirkan dampak di situ ada kepentingan petani, ada kepentingan masyarakat juga yang sudah bermukim di situ.
“Menteri ATR BPN sekarang lagi menyerukan terkait tanah terlantar dan lain sebagainya. mungkin ada masih hak-haknya PT. BSS. Karena apapun cerita yang namanya PT. BSS akan mempertahankan apa yang menjadi haknya,” tandasnya
“Tetapi ini kan butuh butuh kajian yang panjang, Makanya dia butuh jangan sampai aset PT. BSS ini ditetapkan jadi tanah telantar. Itu versinya PT. BSS,” tambah Yusuf.
Menurutnya, versi masyarakat dan pemerintah ini kan ketika, SHGB itu diterbitkan kepada suatu perusahaan ada masa berlakunya. Disitu hak prioritasnya melekat, akan tetapi hak prioritas itu dilihat dulu ada berapa poin ketika hak prioritas itu berlaku.
Namun, di sini hak prioritasnya tidak berlaku sesuai PP 18 Tahun 2021, di situ jelas. Lahan yang mau digarap PT BSS ini sempat di terlantarkan, tiba-tiba sekarang minta para petani untuk kerja sama. Utamanya minta dibantu untuk permohonan-permohonan administrasi ke ATR/BPN.,
“Para petani menginginkan pemerintah daerah berdiri di semua kepentingan, terutama kepentingan petani itu aja sih yang telah menggarap sajak zaman kakeknya, orang tuanya dan sekarang mereka, yang apabila dihitung-hitung ada 30 tahun lebih hingga saat ini,” tegasnya.
Yusuf berharap, sesuai Instruksi Presiden dan Menteri ATR/BPN, pemerintah daerah khususnya gubernur dan jajaran dibawahnya yakni bupati dan wakil bupati tidak luput juga kepala desa itu harus berdiri di semua kepentingan. Jangan berdiri pada kepentingan swasta saja yang diutamakan.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya oleh beberap media, Rencana pengukuran lahan oleh PT Bahana Sukma Sejahtera (PT BSS) di area Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 1 yang berada di Desa Pasir Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor,menuai penolakan dari warga penggarap.
Aksi ini juga mendapat dukungan dari sejumlah organisasi, termasuk Himpunan Petani dan Peternak Milenial Indonesia (HPPMI) Kabupaten Bogor dan Forum Komunikasi Masyarakat Gunung Salak (FKMGS).
Sejumlah warga bersama aktivis dari HPPMI dan FKMGS berkumpul di lokasi lahan, tepatnya di Kampung Loji, Desa Pasir Jaya, untuk menyampaikan keberatan mereka. Masyarakat petani meminta PT BSS untuk menunda proses pengukuran. Ia khawatir, jika pengukuran tetap dipaksakan, akan memicu konflik antara warga penggarap dan pihak perusahaan.
Ketua HPPMI Kabupaten Bogor, Yusuf Bachtiar, mengatakan sudah koordinasi dengan PT BSS, juga ada keluhan dari beberapa desa. Kalau pengukuran ini dipaksakan, bisa terjadi chaos di lapangan. Untuk itu ia minta ditahan dulu.
“Kita punya kewajiban menjaga kondusifitas,” tegas Yusuf kepada wartawan, Senin(30/6/2025) beberapa waktu lalu.
Yusuf juga menjelaskan bahwa status SHGB atas nama PT BSS memang secara yuridis masih tercatat, namun SHGB itu telah habis sejak 2017. Ia menilai para penggarap yang telah mengelola lahan selama 10 hingga 20 tahun juga memiliki hak yang patut dipertimbangkan.
“SHGB-nya sudah habis di 2017, dan faktanya lahan ini dikuasai penggarap, bukan PT BSS. Jadi mereka juga punya hak, apalagi lahannya dimanfaatkan secara produktif,” ujarnya.
HPPMI, kata Yusuf, berencana mengadvokasi para penggarap dengan menyiapkan proses kuasa hukum untuk pengelolaan lahan di dua kecamatan, yakni Cigombong dan Cijeruk.
Sementara itu, Sekretaris FKMGS, Ade Uwan Mulyana, menyatakan dukungannya terhadap penolakan pengukuran oleh warga. Ia menilai, jika pengukuran dilakukan tanpa melibatkan para penggarap, maka hak mereka bisa terancam.
“Kami mendukung penolakan ini. Masyarakat sudah menggarap bertahun-tahun. Kalau tiba-tiba ada pengukuran, bisa-bisa mereka kehilangan haknya. Kami akan kirim surat ke kepala desa untuk memperkuat legal standing para penggarap,” ujar Ade.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak PT BSS maupun Badan Pertanahan Nasional (BPN) terkait penolakan warga.(Ahp)