Biadab, Enam Santri Dicabuli Pimpinan Pondok Pesantren
OKU-Aksi asusila terjadi lagi di lingkungan pondok pesantren (Ponpes). Kali ini, tindak pidana asusila itu dialami enam orang santri di sebuah Ponpes di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (OKUT), Sumatera Selatan (Sumsel).
Aksi bejat itu dilakukan oleh oknum guru yang juga pimpinan Ponpes berinisial R. Pelaku telah melakukan perbuatan asusila kepada enam santri hingga menyebabkan korban mengalami trauma.
Kasus yang sudah bergulir di masyarakat dan sempat tidak diketahui publik ini baru terbongkar setelah Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (OKUT), Rosyid, membeberkan perbuatan asusila pelaku ke media saat dikonfirmasi wartawan.
Dalam pernyataannya disalah satu media, pihak kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (OKUT), mendapatkan laporan terkait adanya tindakan asusila yang diduga dilakukan oleh salah satu oknum pimpinan pondok pesantren (Ponpes).
“Berdasarkan informasi tersebut, diketahui perbuatan bejat yang dilakukan R kepada santri sebanyak enam orang menjadi korban”.
Usai menerima laporan, Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (OKUT), langsung mengirimkan tim khusus untuk melakukan pengecekan secara langsung mulai dari tingkat desa hingga kepengurus pondok pesantren.
“Kami dapat informasi ada enam orang santri yang mengaku telah menjadi korban pelecehan,” kata Rosyid, Jumat (20/5).
Pihak Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (OKUT) mengaku mengelus dada saat mengetahui perbuatan asusila yang telah dilakukan oleh pelaku di lingkungan pondok pesantren.
“Katanya antara pihak korban dan pelaku sudah melakukan perdamaian secara kekeluargaan,” tuturnya.
Koordinator Sumatera Selatan (Sumsel) Gerakkan Barisan Komitmen Konstitusi Sriwijaya, Nababan SH, akan memastikan proses kasus ini hingga tuntas.
Dia berharap agar kasus ini bisa diselesaikan hingga para korban dapat melanjutkan sekolah kembali. “Kita mau restitusinya nilainya sesuai, supaya mereka (Korban) hidup ke depannya bisa tetap sekolah, mereka adalah masa depan bangsa,” ujar Nababan.
Pelaku harus diseret ke pengadilan karena melanggar pasal 81 ayat 1 dan 3 jo pasal 76 D UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak jo pasal 65 (1) KUHP.
ADENI ANDRIADI