JUSTICIA

Ketum Benteng Padjajaran Minta Kuburan Angkahong Digali, Kasus Lahan Angkahong Putusan Hakim Plager Ancam Mantan Walikota ?

BOGOR – Ngeri sedap bisa lolos dari jeratan hukum ketika kasus lahan Angkahong dinyatakan putusan hakim Plagger?.

Komentar ketum Benteng Padjajaran, Doel Samson Samber Nyowo, Selasa (30/4) mempertanyakan kembali kasus lahan Angkahong di Kota Bogor,
Benarkah Angkahong mati dan dikubur dimana, hal ini masih menjadi misteri dan penuh tandatanya, sebab kematian tentu ada kuburan dan kuburan pasti ada isi mayatnya.

Aktifis dan juga pengiat korupsi Kota Bogor meminta kasus Angkahong kembali dibuka pada publik dan meminta KPK turun tangan .

” Kami telah lakukan rekam jejak digital pada kasus Angkahong ada banyak kejanggalan terjadi.

Hal mendasar adalah saksi kunci atau ahli dinyatakan mati maka dimana kuburan orang mati itu.

Jika ada kuburannya tentu tak logis bisa dinyatakan mati setelah menerima Millyaran uang pemerintah tentu ada alur dan mekanisme pencairannya.

Nah sebab kematian dan fakta hukum peristiwa yang harus diungkap dikasus ini.

Jika matinya wajar dan manusiawi pasti ada jejak rekam mulai dari awal masuk rumah sakit mana.

Ditangani dokter siapa dan surat kematian RT,RW dan kelurahan ada ga,juga lihat data didinas kependudukan atas Identitas kependudukan atau NIK apa benar mati juga atau pindah negara ?.

Dari catatan media dan hasil investigasi tim diketahui mantan Walikota Bogor,pernah Diperiksa 6 Jam Terkait Kasus Angkahong.

Bahkan mantan Wali Kota Bogor ,Bima Arya Sugiarto diperiksa sekitar enam jam saat menjadi saksi dalam sidang kasus korupsi dana pembebasan lahan Warung Jambu Dua, Kota Bogor, Jawa Barat.

Saat itu diketahui media,

Sidang yang dipimpin hakim Lince Anna Purba digelar di ruang sidang 1 Pengadilan Tipikor Bandung, di Jalan L.L.R.E. Martadinata, Kota Bandung, Senin 22 Agustus 2016.

Dan putusan akhir di Bandung adalah Plagger artinya ada tanah kewenangan jabatan dalam perkara pembelian lahan milik Pemkot itu” tegas Doel Samson.

Saat sidang 6 jam diperisa itu,

Bima hadir dengan mengenakan batik krem serta celana panjang hitam.

Orang nomor satu di Kota Bogor ini dicecar JPU dari Kejari Bogor terkait persetujuannya menandatangani penganggaran Rp.43,1 miliar untuk membeli tanah seluas 7.302 meter persegi milik Kawidjaja Henricus Ang alias Angkahong.

“Bagaimana bisa muncul angka Rp.48,8 miliar, padahal awalnya dana hanya dianggarkan Rp31,3 miliar,” kata JPU Kejari Bogor.

Bima menjawab dana Rp43 miliar tersebut adalah hasil kesepakatan antara Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kota Bogor dengan DPRD Kota Bogor.

Dirinya mengaku mengiyakan dana awal Rp31,3 miliar, lalu setelah APBD direvisi oleh Gubernur Jabar, ada dana hasil pajak sebesar Rp17,5 miliar yang belum tersalurkan. Dana yang merupakan hasil pajak tersebut kemudian ditambah ke anggaran awal dengan total Rp48,8 miliar.

Selanjutnya, jaksa menanyakan mengenai dua harga yang berasal dari dua tim apraisal yang berbeda. Tim Pemkot Bogor menilai lahan milih Angkahong itu harganya Rp39 miliar. Sedangkan tim apraisal bentukan Angkahong menyatakan lahan tersebut bernilai Rp46 miliar.

“Pak Angkahong inginnya lahan itu dihargai di atas Rp46 miliar. Saya juga sempat menanyakan kepada Pak Sekda mengapa ada dua harga yang berbeda,” jawab Bima.

Bima mengaku menyetujui mengeluarkan dana Rp43 miliar untuk membeli lahan milik Angkahong itu. Alasannya, pedagang kaki lima di Jalan M.A. Salmun harus segera mendapatkan lahan pengganti.

Apalagi, tambah Bima, keberadaan PKL di Jalan M.A. Salmun membuat kemacetan parah dan menyebabkan kerugian materi Rp7 miliar per hari.

Dalam kasus lahan Angkahong ada tiga pejabat yang dijadikan terdakwa, yakni mantan Kadis UMKM Kota Bogor, Hidayat Yudha Priatna; mantan Camat Tanah Sereal Iwan Gumilar; dan Ketua Tim Apraisal Roni Nasrun Adnan.

Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto disebut-sebut terlibat dalam kasus ini. JPU menemukan nama Wali Kota, Wakil Wali Kota, dan Sekda Kota Bogor, saat musyawarah ketiga pembelian lahan pada 27 Desember 2014.

Kasus korupsi dana pembebasan lahan Warung Jambu Dua dikenal dengan sebutan kasus Angkahong. Kasus ini bermula saat Pemkot Bogor membeli lahan Pasar Jambu Dua seluas 7.302 meter persegi dari pengusaha bernama Angkahong senilai Rp43,1 miliar.

Namun, Komisi A DPRD Kota Bogor menemukan kejanggalan terkait dokumen lahan, yakni terdapat lahan 1.400 meter milik Pemkot Bogor. Legislator juga menemukan adanya dugaan mark up dana pembelian lahan yang rencananya diperuntukkan bagi relokasi pedagang kaki lima M.A. Salmun itu.

( Red03)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *