Harga Kebutuhan Pokok di Kalangan Rambutan Makin Pedas

Rambutan-Tuty, 39 tahun, menyodorkan dua lembar duit pecahan Rp 10 ribu untuk ditukar dengan 2 ons cabai merah dari seorang pedagang sayur di pasar tradisional kalangan, Rambutan, Banyuasin, Minggu (29/5/2022) pagi. Rencananya cabai-cabai tersebut akan ia simpan sebagai persediaan. “Untuk muat sambel. Laki aku idak galak makan kalu idak katek sambel,” kata perempuan berhijab silver itu dengan menggunakan logat bahasa daerah setempat itu.
Namun bagi Tuty, rasa cabai yang ia beli akhir-akhir ini makin pedas. Selain dimulut sensasi pedas menyerang dompet. Sebab, sejak sebelum lebaran idul fitri 1443 H lalu, harga cabai naik tajam.
“Sebelom puaso, duet Rp 20 ribu pacak meli cabe setengakilo. Sekarang aku meli cabe besak make duet tigo polo ribu cuma dapet tigo mato,” kata dia.
Lantaran bukan hanya kali ini saja harga cabai menyengat dompet. Tuty mengaku punya solusi jitu untuk mengantisipasi tingginya harga cabai merah. Caranya dengan menambahkan tomat dan bubuk cabai instan ke dalam sambal ulekannya.
“Ye, rasenye lain, tapi jadilah untuk ngirit dompet,” kata dia sambil tersenyum.
Sementara itu, Rosida, 50 tahun, seorang pedagang sayur di pasar tradisional kalangan Rambutan, menyebutkan harga cabai merah saat ini sebetulnya sudah agak lumayan mengalami penurunan. Ia mengatakan 1 kilogram cabai merah bahkan pernah cuma bisa ditukar dengan duit Rp 100 ribu. “Lebaran idul fitri tempo hari, harge cabe di pasar kalangan ini sampe 120 ribu,” kata perempuan berusia 50 tahun itu.
Karena harga cabai meningkat, Rosida mengurangi jumlah cabai yang ia jual menjadi setengah dari jumlah normal. Meski demikian, cabai yang ia jajakan di pasar tradisional kalangan rambutan jarang ludes.
Selain cabai merah, harga cabai rawit sedang tinggi. Harga per kilogram cabai rawit di pasar tradisional kalangan Rambutan pekan ini mencapai Rp 70 ribu per kilogram. Sama seperti cabai merah, para pembeli pun menyiasati naiknya harga dengan mengurangi jumlah pembelian.
Harga minyak goreng kemasan di pasar tradisional kalangan itu hari ini dijual Rp 22 ribu per liter. “Omset jualan minyak goreng kamek toron dari sebelom puaso,” kata Evi, seorang pedagang sembako.
Naiknya harga sayur mayur sungguh menyusahkan Ria, 35 tahun, seorang ibu rumah tangga di desa itu. Menurut dia, kenaikan harga sayuran mengguras dompetnya.
Sebab, Ria mengaku penghasilan suaminya sebagai ojek online paling besar hanya Rp 70 ribu per hari. “Kalu di etong-etong, mendeng makan bobor dari pada makan nasi,” celetuk ibu dua orang anak itu.
Saili, 54 tahun, seorang pedagang tempe dan tahu di pasar tradisional kalangan itu mengaku hanya bisa mengelus dada. Sama seperti pedang lainnya ia tak berani menaikkan harga tahu tempe miliknya. “Mudah-mudahan bae hargo kedele toron. Aku pacak nyual tahu tempe agak murah dengan kamok,” kata dia menjawab keluhan seorang pembeli yang memprotes harga tempe miliknya.
ADENI ANDRIADI