Dispendik Jatim Diduga Sengaja Hilangkan Jejak Korupsi
Surabaya, – Dokumen negara dari termohon (Dinas Pendidikan) Dispendik Jatim yaitu empat komponen seperti SPK (Surat Perintah Kerja), RAB (Rencana Anggaran Biaya), spesifikasi pekerjaan, daftar penerima barang dan jasa kembali tertunda, tak diterima pemohon (Pemantau Keuangan Negara) dalam gelar sidang pelaksanaan penetapan eksekusi hasil Putusan Mahkamah Agung nomor 395 K/TUN/KI/2021 yang telah berkekuatan tetap dan sesuai melalui putusan PTUN nomor 16/G/G/KI/2021/PTUN.Sby di ruang Cakra Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya, Jumat (08/04).
Patar Sihotang SH,MH Ketua Umum PKN (Pemantau Keuangan Negara) Pusat, selaku pemohon eksekusi sesalkan sikap termohon yang diwakilkan staff ASN (Aperatur Sipil Negara) Dinas Pendidikan Jatim kembali menunda penyerahan dokumen dimaksud belum disusun secara lengkap. “Pemberian dokumen hari ini gagal kami terima lagi. Tadi sempat dikatakan para pihak ASN yang mewakili termohon Dinas Pendidikan Jatim dalam proses persidangan ada berkas yang hilang ditandai blok warna hitam yang tertuang di lembar berkas/dokumen informasi publik,” sesalnya.
Itulah, yang PKN sesalkan sudah dua kali ini tertunda kembali dari agenda sidang pertama minggu lalu, ini ada apa, kok terkesan sulit dan harus berbelit-belit penyerahan dokumennya. Padahal sudah jelas ini perintah putusan MA yang harus dan wajib dilaksanakan. Mekanisme penyerahan dokumen dalam sidang, lanjut Patar masih kurang dari sebagian permintaan PKN selaku pemohon. Apalagi, ada yang dihilangkan, ini bisa terancam pidana jika benar ada yang sengaja hilang sebagai dokumen negara yang wajib diketahui publik dan ada sanksi.
Dokumen dimaksud adalah, rinci Patar diantaranya 18 item adalah pengadaan komputer dari 30 sekolah. Kemudian, belanja pakaian khusus (seragam sekolah), belanja alat-alat bengkel SMK, Dana Hibah barang/jasa, daftar lembaga penerima DAK (Dana Alokasi Khusus). Yang kemudian dihitamkan alias diburamkan dengan alasan berkas hilang.
“Itu kalau dikaitkan undang-undang kearsipan ada sanksi pidana yang mengatur didalamnya termasuk Surat Perintah Pencairan Dana (SP2HD) itu hilang, dalam hal ini Pemantau Keuangan Negara tidak mau tahu, termohon harus bertanggungjawab sepenuhnya” tegas Patar yang juga sempat mengenyam pengalaman pengetahuan sebagai inspektorat disebutkan dalam sidang. Kenapa PKN bersikukuh mendapat hasil putusan MA ini, sambung Patar selanjutnya akan di kroscek tim investigasi PKN di setiap Kabupaten di Jawa timur.
Dan apabila, ditemukan dalam dokumen ada fiktif, mark up maupun penyimpangan anggaran,” Bila diabaikan lagi dan dianggap melanggar hukum maka ya kami akan lakukan upaya hukum laporan sanksi pidana menghilangkan dokumen arsip negara,” tegasnya. Akan tetapi, sebut Patar jika hanya kesalahan administrasi negara, itu akan diteruskan PKN memberikan laporan terkait pengadaan barang dan jasa kepada Gubernur, inspektorat.
Sebaliknya, jika terdapati dugaan tindak pidana korupsi dilakukan maka institusi terkait seperti, Kejaksaan Tinggi dan KPK akan berkordinasi penuh untuk tegakkan keadilan perintah UU No. 14 Tahun 2008 yang selaras dengan Instruksi Presiden (Inpres) No. 9 Tahun 2015 dan diperkuat hak atas informasi Pasal 28F dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta UU 43 tahun 2009 tentang kearsipan dokumen negara.
Usai sidang PTUN, wakil biro hukum termohon Dinas pendidikan Jatim selaku termohon, Adi menanggapi perihal tunda penyerahan dokumen dimaksud oleh PKN adalah bukan gagal. Akan tetapi masih perlu disusulkan kembali berkas yang kurang lengkap dari 52 paket pekerjaan.
Disinggung soal apa saja paket dimaksud dalam dokumen, Adi menyampaikan setiap paket ada 7 spesifikasi item per paket. Jadi jika di kumulasikan sebanyak paket yang diminta, ada salah satu atau dua ada yang tercecer. “Dari 53 itu dikalikan 7, memang membutuhkan proses. Sebab, dalam perjalanannya, dokumen itu sudah mengalami pemeriksaan. Dan berpindah-pindah penyimpanan, ada history perpindahan berkas. dengan alasan faktual.
Gedung atau ruangan itu dalam tahun berjalan mengalami perpindahan,” terangnya. Terkait nama-nama sekolah tidak disebutkan dalam dokumen yang diminta PKN, Adi menyampaikan kurang paham tipologi kontrak pengadaan. Jadi, kalau diuraikan konteksnya pengadaan, maka penerima barang pasti ditujukan ke pemberi pekerjaan.
Dalam hal ini Dinas Pendidikan. “Tadi sudah kami sampaikan ke ketua majelis hakim, kalau konteknya pengadaan, maka penerima barang pasti kami yang mengadakan. Soal barang yang diadakan itu nanti akan ditujukan oleh kami. Kami belanja nih (contohnya), tentukan penyedia menyerahkan kembali ke kami, itu konteks pengadaan,” jelasnya. “Berbeda dengan peruntukan, hibah contohnya, ya barang ini akan kami teruskan. Itu yang saya pahami. Dan itu sudah item yang berbeda, karna yang diminta pemohon adalah konteks pengadaan bukan peruntukan,” pungkasnya. (*)